Satu dari tiga sungai yang mengalir di wilayah Kota Yogyakarta, Winongo, diproyeksikan menjadi kawasan tujuan wisata melalui program "Winongo Wisataku 2030".
"Meskipun 2030 masih lama, namun banyak pekerjaan yang harus dilakukan untuk mewujudkan keinginan itu. Ini membutuhkan kerja keras dari seluruh pihak," kata Ketua Forum Komunikasi Winongo Asri (FKWA) Oleg Yohan di sela-sela pelaksanaan Program Kali Bersih pada Festival Winongo di Kelurahan Bener, Kecamatan Tegalrejo, Yogyakarta, Minggu.
Menurut dia, upaya untuk menjadikan Sungai Winongo menjadi kawasan tujuan wisata tersebut telah dimulai dengan pembangunan sejumlah ruang terbuka hijau di sepanjang bantaran sungai melalui pemberdayaan masyarakat.
Panjang Sungai Winongo yang mengalir di wilayah Kota Yogyakarta adalah sekitar 18 kilometer dengan melewati enam kecamatan dan 11 kelurahan. Dari wilayah tersebut kemudian dibagi menjadi delapan titik ungkit.
Dari delapan titik ungkit, masih ada dua titik ungkit yang belum tergarap, yaitu di wilayah Suryowijayan atau titik ungkit tujuh dan di wilayah Kricak Selatan atau titik ungkit dua.
Di kedua titik ungkit tersebut, rencananya akan dibangun ruang terbuka hijau. Pembangunan rencananya akan dilakukan pada 2013 dengan dana dari Badan Lingkungan Hidup (BLH) dan Dinas Permukiman dan Prasarana Wilayah (Kimpraswil) Kota Yogyakarta.
"Ada sejumlah kendala pembangunan ruang terbuka hijau khususnya di titik ungkit dua. Di wilayah itu, banyak rumah penduduk yang menjorok ke sungai. Perlu ada perhatian lebih agar pembangunan ruang terbuka hijau di wilayah itu bisa maksimal," katanya.
Untuk mengawali program menjadikan Winongo menjadi kawasan tujuan wisata pada 2030, FKWA menggelar Festival Winongo selama pekan ini dengan puncak kegiatan pada Minggu (18/11).
"Kami juga sudah meminta Gubernur DIY Sri Sultan Hamengku Buwono (HB) X untuk bisa menjadi Tokoh Winongo," katanya yang berharap penataan Sungai Winongo juga diikuti oleh Kabupaten Sleman sebagai hulu dan Bantul sebagai hilirnya.
Sementara itu Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kota Yogyakarta Edy Muhammad, pembangunan yang dilakukan saat ini didasarkan pada pemberdayaan masyarakat di wilayah.
"Pembangunan bukan lagi 'top-down' tetapi 'bottom-up' sehingga sesuai dengan kebutuhan masyarakat. Begitu pula yang dilakukan di Sungai Winongo," katanya.
Khusus untuk di Sungai Winongo yang sudah memiliki sebuah kelembagaan FKWA, lanjut Edy, maka pembangunan bisa dilakukan tidak hanya dengan dukungan dana dari Pemerintah Kota Yogyakarta melainkan dari Pemerintah DIY, Pemerintah Pusat, bahkan dari pihak swasta.
Secara umum, Edy mengatakan, Kota Yogyakarta memiliki anggaran untuk penataan daerah aliran sungai yang tersebar di sejumlah satuan kerja perangkat daerah (SKPD) pengampu.
"Anggaran itu untuk tiga sungai. Ini untuk penguatan kelembagaan, dan pemberdayaan masyarakat sehingga bisa mengentaskan kemiskinan sekaligus mengurangi daerah kumuh di daerah aliran sungai," katanya.(ant/ ap)
Sumber : http://www.ciputranews.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar