Air selalu menjadi atraksi
yang sangat menarik, bahkan sejak zaman dahulu berbagai keajaiban dunia
banyak berada di tepian air. Patung Liberty, ikon Amerika Serikat, Opera House Sidney, ikon
Australia dan Merlion, ikon Singapura berada di wilayah teluk dan merupakan
simbol nasional ketiga negara tersebut yang sangat melekat di ingatan orang di
seluruh dunia. Catat pula bah¬wa perkotaan di Nusantara berkembang dalam dua
pola besar, yaitu di tepian air atau pesisir maupun di wilayah daratan di
pedalaman yang subur. Jembatan Ampere dan Sunda Kelapa menjadi ikon Palembang
dan Jakarta selama bertahun-tahun bahkan berabad-abad, meski ke¬duanya sekarang
terus berjuang mengemba¬likan kharismanya kembali. Selain atraksi, su¬ngai yang
dianggap sebagai salah satu elemen kehidupan juga digunakan untuk berbagai
ritual seperti di Sungai Gangga, India yang hingga hari ini berperanan penting
dalam kehidupan spiritu¬al bangsa India.
Namun apa yang terjadi kemudian adalah su¬ngai juga digunakan untuk salah satu
saluran “pembuangan” yang paling primitif. Orang ke¬mudian tidak hanya membuang
limbah rumah tangganya tetapi juga kemudian industri de¬ngan dalih menuju
kepada kemajuan ekonomi akibat revolusi industri. Selang kurang lebih seabad
setelahnya, seiring dengan munculnya berbagai paradigma baru yang berlawanan
ter¬hadap industrialisasi, seperti pembangunan berkelanjutan ataupun
prinsip-prinsip “hijau” yang bersumber kepada prinsip-prinsip alami dan
ekologi, kawasan tepian air mulai menda-patkan porsi yang cukup besar untuk
dilakukan perbaikan baik melalui proses regenerasi, reha¬bilitasi maupun
revitalisasi.
Beberapa pertimbangan untuk revitalisasi kawasan tepian air adalah alasan
ekonomi, sosial, budaya, lingkungan hidup, pelestarian dan pengurangan risiko atau mitigasi
bencana. Alasan ekonomi dikedepankan karena di ne¬gara maju saat ini terjadi
proses deindustrial¬isasi dengan memindahkan lokasi pabrik dari tengah kota,
terutama di tepian airnya ke daerah pinggiran kota. Alasan lingkungan hi¬dup
dikedepankan antara lain karena kebu¬tuhan air bersih, sumber air baku dan
perbaik¬an ekosistem terutama yang bersinggangan de¬ngan air. Alasan sosial
yaitu semakin banyak¬nya kebutuhan ruang untuk rekreasi di tengah kota dan
banyak kegiatan pariwisata yang terkait dengannya. Sedangkan alasan pelestari¬an
adalah banyaknya kebudayaan lama yang berkembang di tepian air
terutama sebelum proses industrialisasi, seperti misalnya Sunda Kelapa. Upaya
mengembalikan kawasan air dan membangun ikon sebagaimana
Liberty. Opera House atau Merlion tidak mudah dan membutuhkan jangka waktu yang
cukup lama.
Bagaimana dengan Kota Yogyakarta? Ketika dibangun oleh Sultan Hamengku Buwono
I, Kota Yogyakarta pada awalnya dibatasi secara fisik oleh dua sungai besar,
yaitu Winongo dan Code. Wilayahnya kemudian berkembang ke timur hingga Sungai
Gajah Wong dan kini bah¬kan melewati ketiga sungai tersebut. Sungai Winongo,
Code dan Gajah Wong menjadi bagian kota yang sangat penting dan sebagaimana
yang berkembang di berbagai kota besar di Indonesia bahkan Asia, kawasan tepian
sungai kemudian digunakan untuk area bermukim yang tidak berizin dan berkembang
ke arah ku¬muh dan liar.
Salah satu contoh terbaik dalam upaya pem¬bersihan air sungai dan membangun kawasan
tepian air ads di Singapura, negara tetangga
ki¬ta. Lew Kuan Yew, pads tahun 1977, yang menjabat sebagai
Perdana Menteri Singapura sa itu, menyatakan bahwa di Sungai Singapura orang
harus dapat memancing ikan yang terlihat secara jernih di sungai maksimal 10
tahun kemudian. Pernyataan itu awalnya dianggap mustahil mengingat Daerah
Aliran Sungai (DAS) Singapura yang mencapai 30% dari total wilayah negeri dan
saat itu dipenuhi oleh polutan limbah industri dan rumah tangga sejak seabad
sebelumnya. Tepian Sungai Singapura didominasi industri tradisional, peternak,
babi, rumah-rumah liar dan kumuh termasuk rumah-rumah toko. Tetapi tengok yang
terjadi hari ini, Boat Quay dan Clarke Quay termasi dalam tujuan wisata yang
menarik dengan, sungai yang bersih, tepian air yang tertata dan deretan rumah
toko tradisional yang unik. Hal itu tampaknya mustahil ketika awal 1980-a
dimana kawasan yang dipenuhi oleh polut; kontras dengan bangunan tinggi yang
dibangi di sekitarnya. Singapura memberikan contoh bahwa upaya tersebut memang
tidak semudah membalikkan telapak tangan, tetapi bukanlah suatu hal yang
mustahil.
Hasil dan dampak dari perbaikan dan revitalisasi tepian air tidaklah didominasi
oleh salah satu pihak tertentu saja, namun juga menjangkau berbagai kalangan. Kawasan
tepian laaut di Dubai yang saat ini terkenal dengan hotel yang diklaim
berbintang 7 pertama di dunia, Burj Al Arab hingga yang terbaru Palm Jumeirah
merupakan pasar properti palii potensial di dunia yang mampu mendatangkan.
investasi hingga triliunan dolar. Trend proper ini pun menular hingga Jakarta
dan Singapura dan bahkan Pulau Bali pun telah lama merasakan dampaknya dengan
majunya properti baik hotel, apartemen, resort hingga restoran dan pertokoan di
Kuta, Legian, hingga Jimbaran.. Jimbaran terjadi mutualisme yang cukup baik
antara kalangan elite dan masyarakat di sekitar dengan tumbuhnya berbagai
restoran di sekitar properti-properti elite. Ke depan, di Winongo pun
diharapkan terjadi simbiosis mutualisme yang baik antara masyarakat yang tinggal
dengan bentuk-bentuk mvestasi yang akan datang.
Sebagai awal dari upaya revitalisasi Sung Winongo yang harus dilakukan adalah
perubahan pola perilaku dari warga tepian sung baik melalui program tertib
sungai dan program kali bersih (prokasih). Perubahan perilku ini penting
mengingat pola pembangun, saat ini adalah pembangunan yang berimbang antara
sistem top-down dan bottom up sehingga partisipasi masyarakat sangat
diperlukan. Kesadaran masyarakat untuk memperlakukan sungai tidak sebagai
saluran pembuangan, melainkan sebagai elemen penting dalam kehi¬dupannya.
Sungai tidak lagi halaman belakang dari rumah, tetapi merupakan halaman depan
yang memberikan identitas utama baginya. Seiring dengan proses perubahan
perilaku tersebut, juga dilakukan advokasi, fasilitasi dan pengembangan fisik
kawasan secara incremen¬tal atau bertahap. Diharapkan partisipasi ma¬syarakat
dalam membangun lingkungan tem¬pat tinggalnya juga meningkat seiring dengan
adanya advokasi, fasilitasi dan pengembangan fisik tersebut sehingga bisa
menjangkau lebih banyak target.
Beberapa langkah yang telah, sedang dan akan dilakukan Pemerintah Kota
Yogyakarta antara lain dengan mengembangkan beberapa spot strategis Sungai
Winongo yang potensial yang terdapat dalam 3 (tiga) penggal Sungai yang membentang
dari utara ke selatan wila¬yah Kota Yogyakarta, yaitu penggal wilayah utara,
penggal wilayah tengah dan penggal wilayah selatan. Saat ini, masyarakat di
tepian Sungai Winongo telah membentuk Forum Komunikasi Winongo Asri (FKWA)
untuk bahu¬membahu dengan stakeholders lain membangun dan mengembangkan kawasan
tepian Sungai Winongo
Tidak ada komentar:
Posting Komentar